Agile Manifesto: 4 Value
Agile Manifesto memiliki 4 nilai sebagai
Agile Value yaitu:
- Individuals and interactions over processes and tools,
Berangkat dari permasalahan yang ada dalam Waterfall Model, nilai pertama yang ada dalam Agile Manifesto adalah individu dan saling interaksi antar individu di dalamnya yang merupakan pengendali penuh atas jalannya sebuah proyek pengembangan aplikasi.
Individu dan interaksi antar individu pelaku development, lebih diutamakan dibandingkan prosesnya, karena yang merespon terhadap kebutuhan klien adalah individu, bukan proses. Sehingga individu-lah yang mengendalikan proses development yang berlangsung.
Dengan demikian, development akan lebih responsif terhadap kebutuhan klien.
Selain itu, jika individu sebagai pengendali proses development, komunikasi antar individu dapat berlangsung dengan fleksibel, misalnya ketika dibutuhkan sesuatu dan perlu dikomunikasikan akan segera mendapatkan feedback / respon.
Interaksi antar individu juga penting. Mungkin perkataan seperti “loh, ini codenya kok udah berubah? sejak kapan? percuma dong gue udah bikin code sampe begadang!” tidak akan terjadi ketika terdapat interaksi yang baik antar individu.
Hasilnya, terjadi peningkatan interaksi dan kualitas komunikasi tim terhadap situasi dalam proyek. Nilai ini juga secara langsung membuat developer satu tidak “masa bodoh” dengan pekerjaan developer lainnya.
- Working software over comprehensive documentation,
Dulu, banyak waktu yang dialokasikan untuk membuat dokumentasi produk untuk melakukan development maupun delivery. Misalnya penjabaran berbagai spesifikasi produk, requirement, desain interface, dan sebagainya yang ditulis secara detail sehingga menghasilkan dokumen yang cukup banyak. Kemudian dokumen-dokumen tersebut juga memerlukan persetujuan pihak terkait agar development dapat dilaksanakan. Hal ini menyebabkan waktu development semakin panjang (menambah delay untuk delivery). Pada agile, lebih diutamakan working produk yang terdeliver ke klien dengan cepat, sehingga hal-hal terkait dokumentasi tersebut dikurangi. Pada Agile, dokumentasi-dokumentasi requirement diwujudkan sebagai user stories, dan itu sudah cukup untuk developer untuk memulai megimplementasikan fungsi yang diinginkan. Namun, agile tetap memperhatikan dokumentasi meskipun working software lebih diutamakan.
Masih mengolah data secara fisik dan tidak terpadu? Bayangkan berapa banyak waktu dan sumber daya yang terbuang sia-sia karena masih menerapkan metode ini. Coba pilih dua pilihan ini: Menyerahkan setumpuk data tebal untuk reporting kepada klien, atau Memberikan Infografis sederhana yang sudah mencakup keseluruhan informasi proyek. Tentu yang kedua bukan?
Jika memilih opsi pertama, maka anda harus siap berhadapan dengan proses approval dan respon kejadian yang lama dan panjang. Pada Agile, spesifikasi produk, requirement, desain interface, dan data proyek lainnya dapat tersaji lebih ringkas dan terpadu.
- Customer collaboration over contract negotiation, serta
Pernah terjebak dalam situasi proyek yang sudah tidak terkendali dan jauh dari kontrak awal dengan klien? Hal ini sebut scoop creep, dan ini jugalah yang ingin dijauhkan oleh Agile. Dibandingkan dengan menjalankan proyek yang terpaku pada kontrak awal yang baku, Agile Manifesto menerapkan nilai fleksibilitas dan kolaborasi antara developer dan klien.
Dengan cara ini, kedua belah pihak akan berkolaborasi dan sama-sama diuntungkan. Di satu sisi klien akan meraih realisasi proyek yang sesuai dengan keinginannya, di sisi lain developer akan sangat terbantu lewat spesifikasi produk yang lebih detail dan jelas. Sehingga, segala bentuk berubahan tak terduga selama proyek berlangsung dapat didiskusikan bersama.
Pada agile, iterasi yang dilengkapi dengan kolaborasi dengan klien akan lebih efektif untuk development. Klien dapat memberikan feedback terhadap hasil yang telah dibuat pada setiap iterasi sehingga dapat diperbaiki maupun ditambahkan. Ini menguntungkan kedua pihak, developer dan klien. Developer diuntungkan karena spesifikasi produk menjadi lebih jelas dan mengeliminasi adanya fitur yang kurang feasible dan klien juga diuntungkan karena mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan keinginannya. Sedangkan pada Waterfall, klien bernegosiasi dengan development terkait requirement produk secara detail sebelum development dimulai. Klien hanya terlibat sebelum proses dimulai, bukan ketika proses berjalan. Ini akan lebih menyulitkan developer untuk melakukan implementasi sesuai kebutuhan klien. Agile berusaha memastikan produk sesuai atau sedekat mungkin dengan apa yang klien inginkan sebenarnya.
- Responding to change over following a plan.
Model development tradisional seperti Waterfall tidak fleksibel terhadap perubahan, sehingga sekarang banyak dihindari. Model tersebut menekankan proses development yang sesuai dengan perencanaan dan secara detail serta sesuai urutan yang telah ditetapkan dengan fitur-fitur yang sudah pasti, tidak dapat berubah-ubah. Pada Agile, development lebih fleksibel terhadap perubahan. Agile menggunakan iterasi yang pendek dan fitur baru dapat ditambahkan pada iterasi berikutnya jika diperlukan fitur baru. Menurut Agile, fleksibilitas terhadap perubahan dapat meningkatkan kualitas project sehingga diperoleh nilai lebih pada hasil akhirnya.
Seperti yang sudah disebut sebelumnya. Waterfall Model cenderung kaku dan bersifat tetap pada detai proses yang sudah dibuat. Sehingga, metode ini dapat disebut kurang fleksibel pada perubahan.
Sedangkan, Agile menawarkan nilai fleksibilitas pada developer untuk melakukan perubahan dalam proyek. Meski begitu, bukan berarti metode ini mengesampingkan nilai perencanaan awal pada proyek. Hanya saja, Agile Manifesto lebih menghargai kecepatan dalam merespon perubahan. Secara teknis, Agile menggunakan iterasi yang responsif dan pendek terhadap perubahan dengan tujuan untuk memungkinkan adanya menambah fitur baru pada iterasi di kemudian hari.
Prev
Next